Rabu, 23 Desember 2009

IBUKU SEEKOR KUCING

Lala dan Lili tidak pernah tahu siapa ibu mereka . Yang mereka ketahui hanyalah selama ini keduanya selalu ditemani dan diasuh oleh seekor kucing , hingga semua orang mengenal kucing sebagai ibu Lala dan Lili.

Ketika keduanya menginjak remaja tentu saja keadaan ini membuat mereka merasa tidak nyaman . Keduanya malu ber ibu kan seekor kucing. Hingga pada akhirnya Lala dan Lili memutuskan untuk mencari ibu baru.

“Siapa yang pantas menjadi ibu kita kak,” Tanya Lili

“Siapapun itu yang penting bukan kucing jelek itu,” jawab Lala dengan ketus

Tiba-tiba Lili mendapat ide,” bagaimana kalau kita minta sang matahari untuk menjadi ibu kita….. semua orang mengaguminya karena selalu menyinari dunia.”

“Aku setuju, ayo kita pergi mencari sang matahari.”

Kedua kakak beradik itu kemudian pergi menemui sang matahari dan memintanya menjadi ibu mereka. Namun ternyata Sang matahari menolak,” Aku bukan seperti yang kau bayangkan. Cahaya terangku memang sangat berguna bagi manusia di dunia , namun tidak akan ada artinya lagi kalau awan sudah datang dan menutupi tubuhku . Jadi saranku, awan lah yang pantas menjadi ibu kalian.”

Jawaban yang hampir sama diberikan oleh awan ketika Lala dan Lili dengan lantang memintanya untuk menjadi ibu mereka,” Aku memang bisa menutupi matahari, tapi ketika melewati gunung aku tidak akan lagi terlihat. JAdi kalau menurutku, gunung lebih hebat dari ku, dan dia lebih pantas menjadi ibu kalian.”

Lala dan Lili berpikir sejenak sambil beristirahat karena kelelahan dalam perjalanan menemui matahari dan awan. “Benar juga apa yang di katakan awan kak, lihatlah gunung yang tinggi menjulang itu. Orang akan menghormati kita yang beribukan gunung yang nampak gagah dan kuat.”

“Aku tidak seperti yang kalian bayangkan,” jawab gunung ketika Lala dan Lili memintanya menjadi ibu mereka,” tubuhku rapuh karena selalu digerogoti oleh tikus, jadi menurutku tikuslah yang lebih kuat dariku , mintalah ia sebagai ibu kalian.”

Lala dan Lili pergi menemui tikus,”wahai tikus, kau begitu hebat karena bisa menggerogoti tubuh gunung yang kuat dan menjulang tinggi itu. Kami berdua kagum padamu, maukah kau menjadi ibu kami.”

“Mana bisa aku menjadi ibu kalian , yang harus melindungi kalian dari segala marabahaya. Diriku saja masih kesulitan untuk menyelamatkan diri dari kucing. JAdi menurutku kucinglah yang pantas menjadi ibu kalian.” Jawaban tikus ini menyadarkan Lala dan Lili bahwa apapun ibu mereka walaupun itu hanyalah seekor kucing ternyata tetap terbaik dan tidak akan pernah tergantikan oleh apapun juga.

SELAMAT HARI IBU 22 DESEMBER 2009

Minggu, 06 September 2009

CELENGAN AYAM

Celengan ayam
OLEH : ASTRI DAMAYANTI

Minggu pagi yang cerah tapi tak secerah wajah Bela dan adiknya, Aldo. Kedua kakak beradik itu nampak bosan duduk-duduk di depan TV sambil sesekali menggonta-ganti chanel.
“Seharusnya hari minggu begini kita pergi berlibur.” Kata Aldo dengan wajah cemberut.
“Iya, masa kita hanya di rumah saja. Coba kita bisa pergi berenang di water boom,” Bela juga ikut mengeluh seperti adiknya.
“Makanya kalau mau pergi berenang kalian harus menabung dong. Ini ibu belikan celengan ayam.” Sahut ibu ketika masuk ke dalam rumah.
Bela dan Aldo menghampiri ibunya dan berebut ingin membantu membawakan tas belanjaan ibu. Ketiganya berjalan menuju dapur. Setelah menaruh belanjaan, ibu memberikan celengan ayam pada Bela dan Aldo.
“Celengan ayam jago buat Aldo dan ayam betina untuk Bela. Mulai sekarang kalian harus rajin menabung kalau ingin ke water boom liburan nanti.” Pesan ibu ketika memberikan celengan.
Ayah juga menambahkan,” Siapa yang paling pintar menabung, ayah akan memberikan tambahan uang sebesar tabungan kalian. Jadi kalau misalnya bela dapat seratus ribu, nanti ayah akan memberi tambahan seratus ribu lagi.”
Sejak hari itu Bela dan Aldo berlomba-lomba mengisi celengan ayam masing-masing. Keduanya sangat berhemat dan membelanjakan uang jajan mereka hanya untuk hal-hal yang sangat penting.
Pada suatu hari mbok Yana, pembantu mereka menangis di belakang rumah. “Sepertinya mbok sedang ada masalah,” tanya Bela
“Iya non, anak mbok di kampung sedang sakit dan minta kiriman uang lagi.”
“Kenapa tidak minta sama ibu saja mbok,”
“Mbok malu, gaji mbok yang bulan depan saja sudah mbok minta dan sudah mbok kirim ke kampung seminggu yang lalu. Ternyata biaya rumah sakitnya sangat mahal jadi uang yang mbok kirim kemarin kurang.”
Mendengar orang tua yang sudah mengurusnya selama bertahun-tahun itu bersedih Bela menjadi sangat kasihan,”Sebentar ya mbok.”
Bela berdiri dan masuk ke dalam kamar. Ia mengambil celengan ayam, dengan hati-hati mencongkel lubang tempat memasukkan uang hingga sebagian celengan itu terbuka dan membentuk lubang. Dari lubang yang ada Bela mengambil satu persatu uang kertas dan uang logam di dalam celengan. Sesekali ia mengguncangkan celengan memastikan di dalamnya sudah kosong.
Aldo yang melihat tingkah laku kakaknya bertanya keheranan,” Lho kakak mengambil uang tabungan?”
“Iya, ada seseorang yang sedang membutuhkan uang ini.” Jawab Bela sambil merapikan uang-uang yang berserakan di meja. Setelah dihitung ia segera berdiri dan keluar tanpa mempedulikan Aldo yang masih terbengong-bengong di depan pintu kamar Bela.
Bela menyerahkan uang dari dalam celengannya pada mbok yana,” Mbok bisa ngirim uang ini ke kampung. Memang nggak banyak jumlahnya, tapi Bela harap bisa sedikit membantu anak mbok.”
“Ya ampun, non. Sebanyak ini uang siapa. Nanti salah-salah malah mbok yang dimarahi sama ibu.,”
“Tenang saja mbok, ini uang tabungan Bela di celengan.”
“Terima kasih ya non.” Mbok Yana menangis haru menerima uang dari Bela.
Aldo yang masih penasaran mengikuti Bela dan mengawasi apa yang dilakukan kakaknya dengan uang dari celengan ayam miliknya. Karena penasaran Aldo mencegat dan menanyai Bela ketika kakaknya itu masuk ke dalam rumah.
“Kakak ini bodoh atau apa sih, ngumpulin uang lagi kan susah, memangnya kakak nggak mau pergi ke water boom.”
“Ya kepingin pasti. Aku kan bisa mulai ngumpulin uang lagi. Celengan ayamku kan masih bisa di lem, jadi setiap hari aku masih bisa mengisinya lagi.”
Menjelang liburan tiba ayah dan ibu meminta Bela juga Aldo membawa celengannya masing-masing. Di ruang makan kedua celengan itu dibuka. Bisa dipastikan celengan Aldo lah yang paling banyak jumlahnya. Aldo berhasil mengumpulkan Dua ratus liam puluh ribu rupiah seddangkan Bela hanya mengundapatkan lima puluh lima ribu rupiah.
“Berarti Aldo yang menang,” teriak Aldo kegirangan,” Ayah janji kan mau nambahin uang Aldo sebanyak isi celengan ayam ini.”
“Dulu ayah kan bilangnya siapa yang paling pintar menabung yang akan ayah beri tambahan, bukan berarti yang paling banyak lho,” kata ayah yang membuat Aldo dan Bela bingung.
“Maksud ayah……….” Tanya Bela ingin tahu.
“Ayah tahu kalau Bela sudah membongkar celengannya dan memberikan uang itu pada mbok yana, benarkan Bela.”
“Iya ayah,” Bela takut kalau-kalau ayah akan marah dengan tindakannya itu.
“Ayah bangga dengan apa yang dilakukan Bela. Ia tahu kalau mbok yana lebih membutuhkan uang itu.”
“Jadi kak Bela dong yang menang.” Aldo jadi sedih.
“Dua-duanya menang, karena kedua anak ayah sama pintarnya menabung, jadi ayah akan memberikan tambahan masing-masing dua ratus lima puluh ribu.”
“Tapi janji ya, nanti kalian harus ,membayar uang masuk dan jajan dengan uang kalian sendiri,” tambah ibu.
Menabung itu baik, tapi akan sangat baik kalau kita juga tahu bagaimana menggunakan uang tabungan itu .