Kamis, 23 April 2009

INAMI

Inami sudah berdandan cantik. Sesekali ia rapikan lagi rambutnya yang ikal yang perlu penataan ekstra karena sangat sensitive dengan angin, mudah sekali acak-acakan. Aroma parfum tercium dari tubuhnya yang tampak anggun dengan balutan rok span batik dan blus sutera putih polos yang ringan.
“Bude Ami mau kemana?” Laras keponakannya yang masih TK menegur dan berharap untuk diajak seperti biasanya. Anak itu tetap menunggui budenya berdandan di depan cermin walaupun ia tahu bahwa kali ini budenya akan pergi sendiri.
“Bude cantik.”
“Cantik mana sama mama Laras.”
“Ya cantik Bude dong, kan bude yang selalu belikan LAras baju, bukan mama.”
“Eh………kecil-kecil matre ya.” Inami menggelitiki pinggang gadis mungil itu hingga ia kegelian dan tertawa terpingkal-pingkal. Ini salah satu hal yang bisa membuat Inami bahagia. Berkumpul dan bercanda dengan keponakan-keponakan yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.
Walaupun masih lajang namun tanggung jawab Inami melebihi seorang kepala rumah tangga. Sebagai anak tertua ia harus bertanggung jawab secara moral dan materi terhadap ibu dan ketiga adiknya. Sejak ayahnya meninggal Inami menjadi tulang punggung keluarga.
Waktu itu Inami masih kuliah semester 4 dan mau-tidak mau ia harus berkorban untuk cuti kuliah demi kelangsungan hidup ibu dan adik-adiknya. Untunglah ia ditawari untuk menjadi operator warnet yang baru dibuka di kampusnya. Sambil bekerja Inami masih bisa bertemu dengan teman-teman kuliahnya yang selalu memberinya informasi, termasuk informasi beasiswa yang memberinya kesempatan untuk melanjutkan kuliah sambil bekerja.
Sejak saat itu Inami tercetak menjadi seorang pekerja keras, yang dalam pikirannya hanya ada belajar dan bekerja untuk keluarga. Tidak ada secuilpun cinta untuk lawan jenis yang memasuki ruang hati dan pikirannya. Bahkan ketika ketiga adiknya sudah selesai kuliah, bekerja dan menikah. Hidup Inami masih untuk tujuan yang sama.
Mega adik perempuan pertama ditambah seorang anak laki-lakinya kembali menjadi tanggung jawab Inami setelah setahun menikah ditinggal pergi begitu saja oleh suaminya yang tidak bertanggung jawab.Tidak jauh beda dengan Mega, Dinda, Adik bungsu Inami yang juga masih tinggal serumah dengannya karena Dinda menikah usia muda dengan dua anak dan suami yang masih belum mempunyai pekerjaan tetap. Dimas adik laki-laki Inami walaupun tidak tinggal serumah tapi ia mengontrak didekat rumah ibu, gajinya hanya cukup untuk makan sehari-hari dan mengontrak rumah sehingga Inami juga yang harus menanggung kebutuhan sekolah anak Dimas.
Bisa dibayangkan walaupun sekarang Inami mempunyai kedudukan yang cukup bagus dan gaji yang cukup besar namun yang menjadi tanggung jawabnya pun kini bertambah. Ia sangat sayang pada keponakan-keponakannya hingga setiap hari Minggu ia selalu membawa mereka pergi jalan-jalan dan sesekali berbelanja di mall. Waktu luangnya hanya untuk keluarga hingga ia melupakan bahwa dirinya kini sudah menjadi perawan tua.
Berkali-kali ibunya mengingatkan dirinya untuk menikah,” Kamu ini apa tidak kepingin berkeluarga tho Mi? Ndak baik lho perempuan seusia kamu hidup sendiri begini, nanti kalau umurmu tambah lagi kan lebih susah cari laki-laki yang masih lajang juga.”
“ Lha kalau aku menikah siapa nanti yang akan membiayai adik-adik,bu. Belum lagi keponakan-keponakan itu yang lagi sedeng-sedengnya butuh biaya. Belum tentu kan suamiku mengijinkan aku untuk membiayai keluarga kita seperti sekarang ini”
“Sudah waktunya kamu memikirkan dirimu sendiri, jangan terlalu memanjakan adik-adikmu dan ponakanmu. Itu ndak mendidik namanya. Biarlah keponakanmu itu menjadi tanggung jawab orang tua mereka masing-masing. Biar adik-adikmu itu juga belajar mandiri.”
“Mana tega aku, bu. Aku sudah terlalu sayang sama mereka. Ndak enak rasanya melihat hidup mereka susah sementara aku hidup berkelimpahan.”
“Ya ndak begitu, bagaimanapun juga kamu harus memberi kesempatan bagi dirimu sendiri, masa tuamu. Kamu harus memikirkan keturunan. Anak yang akan mengurusimu di hari tua. Kalau keponakan, tentu saja mereka akan lebih mengutamakan orang tua mereka masing-masing walaupun sekarang kamu sudah mengorbankan kehidupan kamu untuk mereka.”
Tidak mudah memang bagi Inami dalam usianya sekarang ini yang sudah menginjak kepala 4 untuk menemukan laki-laki lajang bagi pasangan hidupnya. Bukannya tidak ada orang yang menaruh hati pada Inami, apalagi ia seorang wanita cantik dengan wajah etnik, tubuh langsing, cerdas dan mempunyai posisi tinggi disebuah Perusahaan minyak. Tapi 99% pria yang menyukainya adalah laki-laki beristri.

**********************

Dua tahun yang lalu Inami bertemu dengan pria yang akhirnya dekat dengannya. Perkenalan mereka terjadi disebuah seminar, waktu itu Bagas menjadi pembicara dan Inami salah satu pesertanya. Hubungan mereka menjadi semakin akrab ketika perusahaan tempat Inami bekerja mengontrak Bagas untuk menjadi konsultan disana. Sejak itu mereka sering pergi bersama hingga Bagas sering menceritakan semua masalah rumah tangganya pada Inami. Tentang istrinya yang belum mau punya anak demi mengejar karir , juga perasaan Bagas sebagai laki-laki yang merasa tidak dibutuhkan dan dihargai oleh istri.
Sudah tidak ada lagi komunikasi yang harmonis dalam rumah tangga Bagas hingga suatu ketika ia berkata pada Inami,”Aku ingin bercerai dengan istriku, dan setelah itu aku ingin kita berdua menikah.”
Inami tidak kaget karena hal ini juga yang dikatakan oleh beberapa laki-laki yang selama ini pernah menaruh hati padanya. Hanya saja bedanya, kali ini Inami benar-benar jatuh cinta pada Bagas. Pepatah jawa”witheng tresno jalaran soko kulino” (tumbuhnya cinta karena terbiasa) berlaku juga bagi Inami. Sedikit demi sedikit rasa cinta itu mulai tumbuh dalam diri Inami sejak ia menjadi tempat curhat Bagas..
“KAmu yakin?”
“Ya karena sudah tidak ada cinta lagi diantara kami,”
“Dari mana kamu bisa menarik kesimpulan itu.”
“Kami sudah jarang bertemu, bahkan sudah sebulan ini kami tidak melakukan hubungan intim.”
“Cepat sekali kamu menarik kesimpulan, hanya dengan tidak berhubungan intim kamu anggap sudah tidak ada cinta. Jadi kalau tiba-tiba suatu hari kamu berhubungan intim dengan seorang pelacur itu juga kamu akan bilang bahwa itu cinta.”
“Bukan begitu maksudku, selama ini yang aku inginkan adalah kehadiran seorang anak dalam rumah tangga kami. Jadi kalau istriku sudah menolak untuk berhubungan intim itu berarti ia tidak mau memberiku seorang anak. Apakah itu masih bisa dikatakan istriku masih mencintai aku? Dia hanya mencintai dirinya sendiri, karir dan egonya.”
“Bagaimana dengan kamu, apakah kamu masih mencintai istrimu?”
“Jujur aku katakana kalau sekarang cintaku adalah untuk kamu.”
“Kamu yakin ini bukan cinta sesaat?”
“Aku yakin ini cinta sejati karena aku sudah menaruh harapan besar padamu”
“Harapan untuk mempunyai anak, dan setelah aku benar-benar mempunyai anak maka cinta itu akan berkurang atau bahkan mungkin hilang.”

*****************************

Hari Minggu ini Inami akan pergi tanpa keponakan-keponakannya. Ia sudah janji akan makan siang dengan Bagas. Sepanjang perjalanan keduanya saling berdiam diri, mungkin mereka sudah kehabisan topik yang menarik untuk dibahas karena toh hampir setiap hari mereka bertemu . KAlau sekarang harus ngobrol tentang masalah kantor jelas akan sangat membosankan. Obrolan pribadi mungkin mereka simpan untuk diperbincangkan dengan romantis di acara makan siang nanti.
Sampai sebuah café keduanya masih saling berdiam diri, ini tidak seperti biasanya. Bagas yang tidak pernah kehabisan ide pembicaraan untuk kali ini lebih banyak diam bahkan sampai mereka menghabiskan makan siang yang ada di meja.
“Katanya ada hal yang penting mau di omongin,” Inami memulai pembicaraan.
Bagas menarik kursinya agar lebih dekat dengan Inami, matanya tertunduk tidak mampu memandang Inami,” Aku tidak jadi bercerai dengan istriku, ia hamil dua bulan sekarang.”
Tubuh Inami lemas, disekujur tubuhnya seolah tidak ada lagi darah yang mengalir namun ia bisa cepat mengendalikan diri. “ Selamat kalau begitu,”
“KAmu tidak sedih?”
“Untuk apa,”
“Itu berarti hubungan kita akan berakhir sampai disini, aku tidak bisa meninggalkan istriku karena dari dulu yang aku inginkan adalah kehadiran seorang anak,”
“Apa aku harus menangis dan memohon serta meratap dihadapanmu sekarang? Aku sudah terbiasa hidup sendiri.”
“Maafkan aku, Mi. Sebenarnya aku masih mencintaimu tapi aku harap kamu mengerti pada keputusanku ini. Aku tahu kamu pasti bisa menerima semua kenyataan ini karena kamu wanita mandiri yang tegar dan pengertian dan itu juga yang dulu membuatku jatuh cinta padamu.”
Dasar laki-laki perayu! Bisa-bisanya ia sekarang mengatakan kalau masih cinta. Dulu juga ketika ia mengungkapkan cintanya untuk pertama kali BAgas mencoba meyakinkan Inami bahwa sudah tidak ada cinta lagi diantara ia dan istrinya. TApi mana! Buktinya istrinya hamil, itu berarti ia masih melakukan hubungan suami istri dan hubungan itu pasti terjadi atas dasar cinta.
Pupus sudah harapannya untuk menikah. Tapi mau bilang apa. Inami hanya terdiam karena ia juga tidak tahu harus berkata apa lagi. Mungkin ini yang terbaik baginya karena memang ia sendiri juga masih ada keraguan untuk menikah. HArusnya ia sedih tapi perasaannya biasa saja, malah ia merasa bersyukur mengetahui secepat mungkin bahwa cinta Bagas adalah cinta sesaat dan ia bukanlah laki-laki yang diharapkannya selama ini. Kali ini yang terlintas di benaknya justru bayangan keponakan-keponakannya yang membawa kebahagian baginya.

************************************

Seminggu kemudian Mega menghampiri Inami. Kali ini ia datang dengan seorang laki-laki.”Mbak kami berdua mohon restu untuk menikah.”
Ini kali kedua Mega menikah sementara Inami belum sekalipun merasakan pernikahan. Tapi ia tetap merestui bahkan membiayai pernikahan Mega. Ada satu keyakinan dalam diri Inami bahwa Tuhan akan mendatangkan laki-laki idaman yang menjadi jodohnya suatu saat nanti ketika ia sudah yakin pada kebahagiaan keluarganya

Legenda Putri Tujuh (RIAU)

Peperangan hanya akan menyengsarakan kedua belah pihak, baik yang menang ataupun yang kalah.


Kerajaan Seri Bunga Tanjung dipimpin oleh seorang ratu perempuan bernama Ratu Cik Sima . Sang ratu mempunyai tujuh orang putri yang cantik jelita. Walaupun seorang wanita namun Ratu Cik Sima dapat memimpin kerajaan dengan arif dan bijaksana. Rakyat hidup makmur berkecukupan. Negeri Seri Bunga TAnjung terkenal sebagai negeri yang damai.
Kemasyuran negeri Seri Bunga Tanjung dan juga kecantikan ketujuh putri Ratu Cik Sima sudah tersiar ke mana-mana. Bahkan ke negeri seberang yang cukup jauh tempatnya. Kabar ini telah membawa Pangeran Empang Kuala untuk membuktikan sendiri kebenarannya. Maka dengan menaiki kapal kerajaan yang diikuti oleh puluhan pengawalnya, Pangeran Empang Kuala pergi ke negeri Seri Bunga Tanjung.
Ketika kapal sudah berlabuh di pelabuhan Seri Bunga TAnjung PAngeran Empang Kuala beserta pengawalnya menyamar sebagai orang biasa. Sehingga mereka bisa dengan leluasa menikmati keindahan negeri Seri BUnga Tanjung sekaligus membuktikan keberadaan Tujuh orang putrid ratu Cik Sima yang cantik jelita.
Setelah menjelajah negeri tersebut selama beberapa hari sampailah rombongan tersebut di sebuah sungai yang airnya sangat jernih. Setelah beberapa saat mata mereka tertuju pada sebuah pemandian di dekat sarang Umai (LAndak). Dengan tergagap pangeran menunjuk kearah pemandian untuk memberitahukan yang lainnya,” Li....li.....hat lah d....... d..... di.......umai.”
Konon sejak itu daerah tersebut dikenal dengan nama Dumai. Rupanya pangeran melihat tujuh orang wanita cantik yang sedang mandi di pemandian dekat sarang umai tersebut. Lama rombongan tersebut mengamati ketujuh putri cantik tersebut secara diam-diam dari balik semak belukar dipinggiran sungai.
Rupanya hati pangeran telah tertambat pada salah seorang dari mereka. MAka para pengawal segera mencari tahu siapa wanita cantik yang di suka oleh pangeran tersebut. Setelah mendapat informasi bahwa ketujuh putri cantik itu adalah ke tujuh putrid ratu sima dan wanita yang di suka oleh pangeran adalah putrid Bungsu maka rombongan tersebut secara resmi melamar secara adat kerajaan Empang Kuala. Pangeran dan rombongan kini tidak lagi menyamar. Mereka secara terang-terangan datang sebagai rombongan kerajaan Empang Kuala.
“Kami seluruh negeri Seri Bunga Tanjung merasa tersanjung dengan lamaran ini. Akan tetapi sesuai dengan adat dinegeri kami tidak akan bisa putri bungsu menikah terlebih dahulu sebelum kakak-kakanya.” Demikianlah jawaban bijaksana dari ratu Cik Sima kepada rombongan dari Negeri Empang Kuala tersebut.
Mendengar jawaban yang demikian PAngeran Empang Kuala marah besar. Segera ia menyatakan perang dan mengirim utusan kenegerinya untuk menambah pasukan guna menyerang negeri Seri Bunga Tanjung. Menghadapi ancaman tersebut ratu Cik Sima segera mengungsikan ketujuh putrinya disebuah gua dengan membekali mereka bahan makanan yang cukup untuk tiga bulan lamanya.
Perang yang terjadi sangatlah tidak berimbang. PAsukan negeri Seri Bunga Tanjung sangatlah sedikit dibanding dengan pasukan dari negeri Empang Kuala. Semakin hari korban yang berjatuhan semakin banyak . Bukan saja dari prajurit istana tapi juga dari rakyat jelata yang tidak berdosa. TAk terasa perang tersebut sudah berjalan selama empat bulan. PAsukan negeri Empang Kuala sudah hamper menguasai negeri Seri Bunga Tanjung.
Melihat keadaan yang demikian ratu Cik Sima segera meminta bantuan pada Jin sahabatnya yang bertapa disebuah bukit. Konon hingga sekarang bukit tempat jin tersebut bertapa dikenal dengan nama Bukit Jin. Dengan kekuatannya yang hebat pasukan dari negeri Empang Kuala bisa dikalahkan oleh Jin tersebut dengan mudah.
Negeri Seri Bunga Tanjung kembali aman dan damai. Kemudian Ratu Cik Sima segera menjemput ketujuh putrinya di gua. Betapa terkejutnya Sang Ratu. Ketujuh putrinya telah mati secara mengenaskan. Baru teringat olehnya kalau bekal makanan yang disediakannya hanyalah cukup untuk tiga bulan sementara mereka harus tinggal dalam gua tersebut selama empat bulan. Hingga saat ini gua tersebut dikenal sebagai gua putri tujuh yang sekarang dijadikan sebagai kilang minyak.

PESAN MORAL
Apapun hasilnya peperangan hanya akan menimbulkan kesengsaraan, walaupun akhirnya Ratu Sima memenangkan peperangan tapi ia harus menerima kenyataan ketujuh putrinya meninggal yang secara tidak langsung disebabkan oleh peperangan yang terjadi.

TOBI SI BEKANTAN PENAKUT

Kalau selalu takut mencoba, kapan kita bisa tahu kemampuan kita.


Selain penakut, Tobi adalah anak bekantan yang pemalu. Ia lebih suka duduk di bawah pohon dan makan buah-buahan yang dibawakan ibunya dari pada bermain dengan teman-temannya yang riang gembira saling berkejar-kejaran melompat dari satu pohon ke pohon lain.
“Apa kau tidak ingin bisa memetik buah sendiri Tobi,” tanya ibunya cemas melihat anaknya yang sudah besar tapi masih belum berani juga memanjat pohon.
“Aku takut bu.”
“Apa yang kau takutkan, kau ini sudah besar, bukan lagi bekantan kecil. Kau lihat teman-temanmu yang bergelantungan disana itu. Mereka melompat berkali-kali begitu lincahnya tapi tidak pernah jatuh.”
Rupanya Tobi kesal karena ibunya terus membujuknya,” Sudah aku katakan aku takut jatuh, lagi pula aku tidak bisa memanjat pohon kenapa ibu memaksa aku terus.”
“Tobi, kau kan belum pernah mencoba memanjat pohon, jadi bagaimana kau bisa bilang tidak bisa.”
“Cukup bu, jangan paksa aku terus.”
Begitulah setiap ibunya meminta Tobi untuk belajar memanjat pohon selalu berakhir dengan kecewa. Tapi bagaimanapun juga ibu Tobi akan selalu mencari cara agar anaknya mempunyai keberanian untuk memanjat pohon seperti bekantan yang lain. Karena menurut ibu Tobi memanjat pohon itu adalah sebuah kemampuan yang dimiliki oleh bekantan sejak lahir, jadi tidak perlu dipelajari untuk bisa melakukannya, yang diperlukan hanyalah membiasakan diri.
Pada suatu hari ibu Tobi jatuh sakit, tak ada yang mencari makan hari itu. Tobi hanya bisa menangis disamping ibunya, bukan menagisi ibunya melainkan karena dirinya lapar.
“Seandainya kau bisa memanjat, pastilah kita tidak akan kelaparan hari ini Tobi,” kata ibunya dengan sedih.
Bukannya malu dan mengakui kelemahannya tapi Tobi malah marah,” kenapa ibu malah menyalahkanku, tidak akan ada satu binatang pun yang bisa membuatku bisa memanjat pohon karena memang aku takut.”
Setelah berkata demikian Tobi keluar rumah dan menangis sedih di bawah pohon. Kanti seekor bekantan teman Tobi datang menghampiri dan mencoba menghiburnya.
“Apa yang kau lakukan disini, kenapa kau menangis.” Tanya Kanti.
“Ibuku sedang sakit sehingga tak ada yang menacari makanan, sekarang kami berdua kelaparan.”
“Aku tahu kau takut memanjat pohon, kalau begitu tunggulah disini sebentar. Aku akan membawakan makanan untuk kalian.”
Kanti memanjat dan bergelantungan dari satu pohon ke pohon yang lain secepat kilat. Tak lama kemudian ia datang membawakan Tobi buah-buahan yang sangat banyak.
“Terima kasih Kanti, kau telah meolong aku dan ibuku. Aku tak akan pernah melupakan kebaikanmu.” Tobi sangat gembira menerima buah-buahan dari Kanti.
Selang beberapa lama kemudian, disuatu sore Tobi mendengar suara bekantan yang merintih minta tolong. Suara itu sayup-sayup terdengar namun Tobi hafal benar bahwa itu adalah suara Kanti, teman baiknya. Ia pun segera keluar rumah menuju arah suara itu.
“Tobi…………..tolong lepaskan aku dari sini.”teriak Kanti begitu dirinya melihat Tobi.
Melihat Kanti terperangkap jaring yang dipasang oleh pemburu diatas pohon,tanpa berpikir panjang lagi Tobi langsung memanjat pohon dan dengan cepat bergelantungan dari satu pohon ke pohon yang lain hingga ia sampai pada pohon tempat Kanti terperangkap.
Tobi lupa akan rasa takutnya dan ia juga lupa bahwa ia belum pernah memanjat pohon sebelumnya. Yang ada dalam pikiran Tobi saat itu hanyalah keinginan untuk menyelamatkan Kanti. Dengan cekatan Tobi melepaskan jaring yang membelenggu Kanti kemudian menolongnya menuruni pohon. Sesampainya di bawah barulah Tobi menyadari apa yang telah dilakukannya.
“Aku bisa memanjat Kanti.”kata Tobi takjub.
“Jujur Tobi, aku sendiri belum pernah melihat bekantan lain memamnjat pohon secepat yang kau lakukan tadi. Ternyata selama ini ketakutanmu itu tidak beralasan Tobi.” Kanti mencoba memebesarkan hati Tobi.
“Mulai sekarang aku tidak takut memanjat pohon lagi. Terima kasih Kanti, ini semua berkat kamu.”
“Seharusnya aku yang berterima kasih padamu karena kau telah menyelamatkanku.”
Kita akan tahu kemampuan kita setelah mencobanya. Jadi jangan pernah takut sebelum mencoba