Senin, 08 Juni 2009

Batu Gantung (SUMATRA UTARA)

Apa yang kita pikir baik belum tentu baik juga bagi orang lain

Kalau kita berkunjung ke danau toba di Sumatra utara, maka akan kita lihat sebuah batu yang menyerupai seorang manusia yang tergantung pada sebuah tebing di pinggiran danau toba, tepatnya di daerah parapat. Ada sebuah kisah yang diyakini oleh penduduk setempat sebagai asal-usul terjadinya batu gantung tersebut.

Dahulu ada sebuah keluarga yang mempunyai seorang anak gadis. Ketika usianya menginjak dewasa, orang tua si gadis menjodohkan anaknya dengan seorang pemuda yang masih kerabat dekat. Akan tetapi si gadis menolak karena ia tidak mencintai laki-laki itu, namun dalam hati ia merasa kasihan pada kedua orang tuanya yang pasti akan mendapat malu jika menolak perjodohan tersebut.

Berhari-hari si gadis bersedih hati. Setiap hari ia selalu murung ketika berangkat ke sawah. Ia tak tega pada orang tuanya jika melihat dirinya murung. Maka setelah selesai bekerja di sawah gadis itu tidak segera pulang, melainkan duduk termenung di pinggiran danau toba dengan ditemani oleh anjing kesayangannya yang bernama Si Gipul. BArulah ketika matahari sudah hampir terbenam ia dan si gipul pulang kerumah.

Pada suatu hari si gadis pulang ke rumah pada saat senja tiba. Cahaya matahari sudah tak ada lagi sedangkan bulan belum bersinar. Jalan yang dilalui si gadis begitu gelap dan ia berjalan sambil terus melamun hingga ia tidak melihat ada sebuah lubang besar dihadapannya, tak dapat dielakkan lagi dirinya terperosok masuk ke dalam lubang yang sangat dalam. Si Gipul anjingnya yang setia menggonggong berulang-ulang seolah minta tolong pada-orang-orang untuk segera datang.

Sementara itu didalam lubang, si gadis tidak nampak ketakutan, justru ia berpikir,” Mungkin lebih baik kalau aku mati, sehingga orang tuaku tidak harus menanggung malu karena menolak perjodohanku. “
Si gadis melihat sekeliling. Lubang sempit itu sangat gelap dengan dinding batu yang mengelilinginya. Dengan lantang gadis itu berteriak, ” Wahai dinding tanah merapat............ merapat ........... merapat.”

Suara si gadis terdengar hingga di luar lubang. Di sana telah banyak orang-orang yang berkumpul dengan membawa obor dan tali untuk menyelamatkan si gadis. Mendengar teriakan si gadis mereka mengira si gadis minta tolong untuk diselamatkan. MAka salah seorang dari mereka menjawab,” Sebentar nak, lubang ini terlalu sempit untuk di masuki oleh dua orang, tali yang kami bawa pun tidak cukup mencapai bawah. Bersabarlah barang sesaat menunggu datangnya tali yang kami ambil dari kampong.”

Namun si gadis tetap saja berteriak “merapat ......... Merapat.........” sebenarnya ia berharap dinding disekitarnya merapat sehingga tubuhnya akan mati di dalam lubang tersebut. Mendengar teriakan si gadis yang tidak ada hentinya tersebut, maka orang-orang itu kemudian menamakan tempat tersebut dengan nama Parapat.

Menjelang pagi si gadis masih terus berteriak. Hingga akhirnya terdengar suara gemuruh. Tanah di sekitar tempat tersebut bergoncang, sedikit demi sedikit lubang tersebut menutup, lama kelamaan semakin rapat dan akhirnya tidak terlihat lagi adanya sebuah lubang.

PEristiwa itu rupanya ramai dibicarakan oleh-orang-orang, bukan saja dari dea tempat tinggal si gadis melainkan dari desa tetangga. BAnyak orang berdatangan ketempat bekas lubang tersebut untuk sekedar menyaksikan kebenaran berita yang beredar. Semakin lama semakin banyak orang berdatangan, hingga banyak pula orang-orang yang bedagang disekitar tempat tersebut.

Lama setelah peristiwa itu berselang, disekitar danau toba terjadi gempa. Tebing-tebing batu berguguran, termasuk tebing tempat si gadis meninggal. PAda tebing tersebut masih tersisa sebuah batu yang menggantung dengan bentuk menyerupai seorang manusia. Batu itu diyakini sebagai gadis yang mati didalam lubang bertahun-tahun yang lalu.

PESAN MORAL
Niat Baik orang tua Si Gadis dengan menjodohkan anaknya ternyata berakibat tidak baik bagi Si Gadis dan hal ini justru menjadi sumber malapetaka bagi keluarga mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar